Selasa, 09 Maret 2010

Guru, Da'i dan Da'iyah (Kader) Harus Memiliki Kekokohan Ma'nawiyah

Hal yang paling penting harus dimiliki oleh seorang kader (anggota) adalah memiliki kekokohan dalam ma’nawiyahnya, memiliki keikhlasan dalam beramal, berdakwah, mengerjakan segala tanggung jawabnya dalam aktivitas sehari hari. Ia akan selalu memperbaiki kemurniaan aqidahnya dari warna warni bid’ah dan khurafat yang ada, yang menaungi dirinya, keluarganya, teman – teman seperjalanan dan seperjuangan hingga masyarakatnya.
Seorang kader yang memiliki kekokohan ma’nawiyah tentu tidak hanya punya tanggung jawab untuk memperbaiki diri dari sisi aqidahnya saja namun ia harus memiliki keunggulan – keunggulan dalam ibadahnya, seperti bagaimana para sahabat juga memiliki keunggulan – keunggulan dalam ibadah – ibadahnya, seorang sahabat yang memiliki keunggulan menjaga air wudu’ dan sholat sunnah wudunya, siapa lagi kalau bukan Bilal Bin Rabah, ada sahabat yang dermawan rajin dengan infaknya, Usman bin affan, ada manusia yang paling pemurah yaitu Arabah Al-Ausi, ada sahabat yang memiliki keunggulan dari tilawahnya, yang sampai punya kemampuan menghatamkan Al-Qur’an kurang dari 10 hari, ada sahabat yang memiliki semangat dalam berjuang yang selalu sukses dalam pertempurannya siapa lagi kalau bukan yang diberi gelar oleh Rasulullah Saifullah Al-Maslul (Pedang Allah) yaitu Khalid dan begitu pula Rasul yang menjadi tauladan kita memiliki kesempurnaan yang patut dan harus kita tauladani dari segala sisi perkembangan kehidupannya, pada saat ia baru lahir ia langsung sujud yang dikisahkan dan disampaikan oleh ibunda tercintanya ia seperti rembulan, ketika masa kecilnya ia beigitu mulya akhalaq dan kecintaan Malaikat dan seluruh alam terhadapnya karena ia membawa berkah bagi seluruh alam, ketika ia masa remaja ia sempurna dengan keremajaanya yang sholeh, ketika ia dewasa ia tumbuh dengan keteguhan dan semangat perjuangannya ketika ia menjadi seorang suami ia sangat dicintai dan dihormati, ketika ia sebagai pemimpin ia mencerminkan keadilan dan kesejahteraan untuk ummatnya, demi Allah sungguh sempurna dan luar biasa. Ialah tauladan kita dalam kehidupan ini.
Maka kepada siapakah kita harus bercermin di dunia ini? Hanya Rasulullah qudwatuna.

” Rasulullah SAW pernah melakukan sholat sampai kakinya bengkak, sedangkan Umar Bin Khathab selalu berpesan kepada para pasukan sebelum berangkat bertempur untuk tidak mengabaikan kekuatan ruhiyah, karena itu adalah modal utama bagi para pejuang untuk menghadapi kuffar”.

Maka tentu kita mengharapkan diri kita dan kader kita memiliki kekuatan, kekokohan dalam ma’nawiyahnya, dengan memenuhi antara lain :
1) Dalam beramal (berdakwah) seorang kader harus :
a) Memiliki niat yang suci karena Allah
b) Memahami dan mengerti apa perkerjaannya/amanahnya.
c) Memiliki kesiapan untuk mengerjakan tugas/pekerjaannya.
d) Sungguh – sungguh dalam menjalankan tanggungjawabnya.
e) Berkorban (baik, tenaga, fikiran, materi dan lainnya)
f) Bersabar dalam menjalaninya.
g) Ikhlas
h) Tawakkal dan berdo’a
i) Bersyukur atas apa yang dicapai.

Demikian kokohnya kader bila setiap amal / pekerjaan / amanah yang ia kerjakan diawali dengan niat karena Allah, karena sungguh tiada kesenangan dan ketenangan dibumi ini kecuali hanya bertumpu dan berharap karena Allah saja, tiada kebahagiaan dalam beramal kecuali hanya bila manusia bertumpu dan berharap hanya karena ALLH SWT saja, tiada pernah akan kecewa makhluk dibumi ini bila dia hanya berharap hanya kepadaNya saja, karena Dialah Allah yang tidak pernah mengecewakan hambanya, tidak seperti manusia yang memiliki kelemahan dan karena ia masih di genggam oleh yang Maha Pencipta.
Kader yang kokoh akan memberikan nilai yang luar biasa bila ia memiliki niat yang bersih dalam setiap amalnya dan akan memberikan hasil yang optimal bila ia menjalankann amanahnya.
Ikhwah Fillah, dalam sejarah perjuangan, kader yang memiliki iman yang tulus karena Allah akan memberikan peluang keberhasilan lebih besar dari pada kader yang memiliki iming – iming niat yang kotor. Maka milikilah segera niat yang benar dalam beramal, karena ia akan memancarkan energy kekuatan dan semangat yang amat luar biasa besarnya dari Sang Maha Mengetahui hati manusia.
Keberhasilan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab, seorang kader harus memahami dan mengerti apa, bagaimana, tugas dan tanggung jawabnya. Karena mengokohkan kader juga memiliki relevansi yang kuat terhadap pemahaman yang kuat pula pada diri seorang kader.
Yang harus dipastikan pada seorang kader (kita) itu adalah dia sudah memiliki kemampuan dalam amanah yang kita berikan, karena bila tidak, ini akan menjadi penyulut ketidak berhasilan dalam tugasnya dan akan mengakibatkan kegagalan dalam menjalankan amanahnya.
Maka bila seorang kader yang punya pemahaman yang benar, tentu ini akan melahirkan kebarhasilan – keberhasilan yang luar biasa, dan akan melahirkan keikhlasan, semangat beramal (berjihad), pengorbanan dan lain sebagainya, hanya dengan diawali pemahan yang benar.
Maka pastikanlah bahwa kader yang memiliki pemahaman yang benar juga memiliki peluang keberhasilan dalam menjalankan segala amanah yang diberikannya.
Kesungguhan dalam berjuang adalah sebuah gerbang keberhasilan yang sangat memungkinkan, masih kita ingat kata bijak itu ” man jadda wajada” kata itu saya dapatkan di bangku SD dari seorang guruku yang tercinta, siapa yang berungguh – sungguh maka akan dapat apa yang diusahaknnya, artinya dalam hidup ini segala yang kita usahakan apalagi itu adalah perintah dan amanah dari Allah dan Rasulnya utuk kita jalankan sebagai seorang da’i (kader), maka seharunyalah kita bersungguh – sungguh dalam menjalankan/mengerjakan tugas dan amanah itu, yakinlah bahwa semakin besar kesungguhan kita maka akan semakin besar pula hasil yang akan kita dapatkan.
Kesungguhan yang harus dimiliki kita sebagai kader adalah kesungguhan yang terus menerus, jangan sampai kita sungguh – sungguh hanya dalam hitungan menit saja namun setelah itu lenyap entah kemana, dikarenakan niat bukan karena Allah dan tidak memahami tujuan dari pekerjaan/tugas kita sebagai jundi/kader atau mungkin pemimpin.
Maka kesungguhan itu akan hadir bila kita memiliki niat karena Allah, pemahaman yang benar, dan mengetahui orientasi kita dalam berjuang.
Seperti sebuah kisah, seorang anak remaja yang merawat neneknya yang buta dan sudah tua renta, setiap hari seorang gadis ini harus memandikan dan menyuapi neneknya karena neneknya sudah tidak bisa membantu dirinya sendiri.
Pada suatu saat kejenuhan pun hadir dalam diri si gadis ini, ia kemudian meyampaikan kepada ibunya bahwa ia berharap bisa dibantu untuk memandikan dan menyuapi neneknya sehari – hari. Namun ibunya juga punya pekerjaan yang lain kemudian berharap kepada anak inilah yang harus merawat neneknya, ibunya menjelaskan kebaikan – kebaikan yang akan didapatkan bila menolong orang tua apalagi neneknya, pada hari itu anak ini bisa menerima, namun hari berikutnya iapun berharap dan meminta kepada ibunya untuk tidak hanya dia yang harus menyuapi dan memandikannya, lagi – lagi ibunyapun menjelaskan kebaikan dan pahala yang akan didapatkannya, gadis remaja itupun menerima walau dengan hati terus menuntut.
Ketiga kalinyapun ia minta dan berjanji tidak akan lagi memandikan dan menyuapi neneknya, karena berharap ibunyalah yang harus merawat, atau mungkin bapaknya, atau mungkin adik kakanya yang lain bisa membantu, kenapa harus dia sendiri, seolah tidak ada orang lain yang bisa, begitu anak itu berontak kepada kedua orangtuanya.
Akhirnya ibunya menjelaskan, kenapa anak itu yang harus merawat, membantu hanya sekedar menyuapi, atau memandikan neneknya? Ternyata ketika anak ini masih bayi, rumahnya pernah kebakaran, dan pada saat itu semua keluar dari rumah berlaintai 2 itu, ayahnya berlari dengan membawa kakaknya yang saat itu masih kecil, ibunya berlari menggendong bayi (dia) kemudian begitu juga neneknya berlari bersamaan.
Namun si nenek terkejut melihat anaknya (ibunya) keluar membawa bantal yang ia gendong karena panik dikira anaknya (dia gadis kecil) ternyata anaknya (gadis kecil) masih menangis dilantai 2 rumahnya, apipun semakin besar dan meluap keangkasa, tapi neneknya tanpa diperhitungkan akan bahaya api tersebut langsung memasuki rumah tersebut dan mengambil cucunya (gadis kecil), sampai iapun terbakar tapi bisa menyelamatkan cucunya, sampai iapun buta. Itulah pengorbanan yang sangat besar karena cinta, namun ternyata gadis kecil itu belum mengetahui penyebabnya kenapa ia yang harus merawat neneknya, setelah tau penyebabnya kenapa ia yang harus merawat neneknya iapun meneteskan air mata, dan ia baru mengerti kenapa harus dia. Setelah tujuan ia ketahui iapun berjanji akan sungguh – sungguh untuk melakukan pekerjaannya itu.

”segala kebaikan dan keburukan yang terjadi berpangkal dari hati, hati yang bersih dan ikhlas akan menimbulkan kebaikan dan kesalehan, sementara hati yang buruk akan menimbulkan prilaku curang, culas, licik dan jahat, pengaruh hati yang tidak ikhlas akan mengemuka berbagai macam penyakit hati, seperti kekeringan ruhani, kegersangan ukhuwah, kekerasan hati , hasad, perselisihan friksi dan perbedaan pendapat yang tajam bahkan mengarah pada permusuhan, oleh karena itu, pengobatan hati harus lebih diprioritaskan dari pengobatan fisik, karena hati merupakan segala pangkal kebaikan dan keburukan”

Berkorban apa saja dalam berjuang merupakan bentuk keimanan kepada sang pemberi rizki, mengorbankan tenaga, fikiran dan harta benda adalah salah satu bentuk dari kesungguhan dan keyakinan kepada Allah dan keridhoan-Nya. Kita bisa mengukur kadar keimanan kita, semaki besar pengorbanan kita akan sangat tentu iman kitapun demikian. Bagaimana seorang abu bakar yang mampu mengorbankan seluruh hartanya karena keyakinan dan kecintaannya kepada Allah dan Rasulnya sehingga tak seorang pun yang mampu menyaingi pengorbanannya.

” Kamu sekali – kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai, dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahui.”

Bagaimana bilal bin rabah yang mampu berkorban jiwanya sampai ditindih batu besar karena hanya ingin mempertahankan kalimat yang mulia, kalimat keesaan Allah azza wajalla. Dan ribuan kisah sahabat dan sahabiyah yang berkorban dalam perjuangannya.
Karena ketahuilah saudaraku, tanpa pengorbanan perjuangan ini tiada nilainya. Maka berkorbanlah apapun yang kita miliki demi mengizzahkan islam ini. Ada seorang bijak berkata ;

” Buah yang kita nikmati esok adalah benih yang kita tabur kemarin, menyerah gerbang menuju kekalahan, bukankah dalam diri ini, ada sesuatu yang harus kita perjuangkan? Karena hidup adalah perjuangan”.

Bersabar dalam menjalani amal ibadah kita, bersabar dalam kenikmatannya/kebaikannya dan bersabar dalam keburukannya/kesakitannya begitulah dalam sebuah perjuangan, sabar ini bagaikan tiang penyangga yang kuat, yang kokoh maka bila dalam sebuah rumah bila tiangnya tidak kuat dan kokoh akan menjadikan rumah tersebut ambruk/rusak dan harncur lebur. Begitu pula dalam sebuah perjuangan, sebesar apapun pengorbanan kita, selengkap apapun fasilitas kita, sebanyak apapun kader kita, secukup apapun keuangan kita, bila dalam perjalanannya kita tidak mampu mengikat kesabaran pada hati, sebagai nafas dan tenaga yang panjang, maka akan membuat kehancuran dan kegagalan dalam perjalan amaliyah kita. Saya masih teringat oleh ayah saya (semoga Allah mengampuni dosanya, merahmatinya dan memberikan tempat mulya disisi Allah, Amiin), yang selalu memesankan kesabaran disetiap detik dan langkah perjuangan (belajar), karena seperti yang kita jalankan dan rasakan dalam perjalan hidup ini, begitu banyak onak dan duri, begitu besar tantangan yang menghalangi, begitu pajang perjalan ini, namun ia tak sedikitpun akan menyurutkan langkah kita, namun ia tak kan mampu menghentikan nafas dan semangat perjuangan kita yang membara, justru semua itu akan membuat kita tegar, tabah dalam berjuang, dan bila kita memiliki keyakian dan pemahaman yang besar justru tantangan yang ada akan melejitkan potensi berjuang kita.

”lelahnya bangun dimalam hari dan dari pulang pergi mencari kebutuhan dan kemuliaan, janganlah engkau bosan dan menarik diri, karena keberhasilan terlipat di antara kegagalan dan kebosanan”


”Meluarbiasakan diri berarti memiliki ciri berbeda dari umumnya manusia dalam menyikapi dunia,..ia melihat bukan hanya dengan mata, tapi dengan hati dan nurani, pandangan jauh kedepan, orientasinya menembus jauh jangkauan, cita – citanya tinggi menjulang keangkasa, langkahnya tegar, kerjanya besar, tak mudah lelah tak gampang menyerah tak miskin gairah”.

Iklas dan sesuai syari’at Allah tentu ini adalah pijakan kita sebagai seorang kader dalam beramal, bekerja, dan setiap hembusan nafas, setiap pandangan dan kedipan mata kita mengikat kita dalam syari’at-Nya, setiap langkah dan gerak tangan kita sesuai dengan ketentuan yang dibuat-Nya, segala aktivitas kita dari semenjak membaringkan tubuh dan bangun kembali adalah sesuai dengan kaedah-Nya.
Saudaraku renungkanlah, bahwa sesungguhnya ”ikhlas” adalah kata yang sangat pendek namun bila dijalankan mungkin sedikit sulit, tidak semudah kita mengucapkan kata ikhlas itu sendiri, namun akan sangat mudah bagi seorang kader yang memiliki pemahaman, keyakinan, kesungguhan, kesabaran dalam menjalankan tugas/pekerjaannya.

” ikhlas lahir dari keyakinan kita kepada Allah atas janjiNya, dalam setiap ayunan langkah kaki, ucapan lisan, bisikan hati dan seluruh elemen jiwa yang bekerja dalam menunaikan misi itu, selanjutnya serahkan semuanya kepada Allah dalam wujud Khoufan wa thoma’an, karena Dialah yang akan menjawab keterbatasan manusia ketika ia berada dalam totalitas ketaqwaannya”

Tips Menjadi Orang yang ikhlas :
1) Merasa apa yang dimilikinya sebagai titipan Allah.
2) Menganggap sesuatu yang diperolehnya itu terdapat bagian orang lain.
3) Memberi atau menolong orang tanpa pamrih dan tanpa pandang bulu.
4) Tidak merasa diri paling benar dan suci.

”segala kebaikan dan keburukan yang terjadi berpangkal dari hati, hati yang bersih dan ikhlas akan menimbulkan kebaikan dan kesalehan, sementara hati yang buruk akan menimbulkan prilaku curang, culas, licik dan jahat, pengaruh hati yang tidak ikhlas akan mengemuka berbagai macam penyakit hati, seperti kekeringan ruhani, kegersangan ukhuwah, kekerasan hati , hasad, perselisihan friksi dan perbedaan pendapat yang tajam bahkan mengarah pada permusuhan, oleh karena itu, pengobatan hati harus lebih diprioritaskan dari pengobatan fisik, karena hati merupakan segala pangkal kebaikan dan keburukan”

Ikhlas itu saya ibaratkan seperti orang yang membuang ludahnya, tiada ia mengingatnya lagi, apakah tadi orang tersebut menggosok gigi dengan pasta gigi paling bagus dudunia dan sikat gigi termahal yang pernah ada. Atau sering kita dengar seperti orang yang membuang hajatnya (ke Toilet), ia tidak pernah berfikir panjang mau masuk atau tidak, ketika dia keluar dari tempat tadi, ia tidak pernah mengangkatnya atau menyebut – nyebut sesuatu yang keluar, begitulah iklas dalam hidup kita ini.

Hadist Qudsi ” ikhlas adalah suatu rahasia dari rahasiaku, yang AKU tempatkan pada hati – hati hambaKU, yang Kucintai, maka jadilah hamba yang dicintai dengan keikhlasan.

Sudah kita kerjakan segala apa yang menjadi kewajiban kita, sudah kita lakukan secara baik dan benar sesuai dengan prosedur dan aturan yang ada utuk menggapai keberhasilan dalam pekerjaan/amanah kita, saatnya kita akan bertawakkal dan berdo’a kepada yang Maha menentukan, ..
Saatnya kita bersyukur atas apa yang kita lakukan, apakah hasilnya banyak atau sedikit, apakah sukses atuau gagal, kita sepenuhnya serahkan pada sang penilai yang adil.
Karena syukur ini akan membuat kita bahagia, tenang dan akan membuat kita bangkit bila kita gagal, akan tambah semangat bila kita berhasil karena ada pancaran energy keikhlasan yang ada didalamnya.
Beryukur akan sangat mudah kita lakukan bila seorang kader yang memulai segala aktivitasnya dengan niat karena Allah dan hanya mengharap ridhonya, Syukur itupun bisa kita lakukan, syukur kita akan sempurna bila kita lakukan dengan cara :

a. Mengucapkan Alhamdulillah
b. Lebih dekat lagi dengan sang Maha Segalanya
c. Saling membantu dan berkasih sayang terhadap sesama
d. Rajin beribadah
e. Murah senyum
f. Tulus dalam bersedaqoh.
g. Dan sebagainya.

2) Memperbaiki Aqidahnya, sehingga ia memiliki aqidah yang benar (salimul aqidah), perbaikan aqidah ini harus terus dilakukan, dengan mempelajari aqidah – aqidah para salafussholeh yang terjaga dari bid’ah dan khurafat. Memperbaiki aqidah adalah hal yang utama harus dilakukan dalam tarbiyah (mendidik kader), sehingga dia memiliki kemurnian dalam menghambakan dirinya untuk Allah semata.

3) Memiliki ibadah – ibadah unggulan seperti yang saya sebutkan di atas, antara lain :
a) Sholat malam (tahajjud)
b) Puasa sunnah
c) Berinfak walaupun sedikit
d) Rajin membaca Al-Qur’an
e) Membaca dzikir ma’tsurat setiap pagi dan petang.
f) Termasuk juga sabar dalam menghadapi musibah/masalah hidup.
g) Selalu berusaha keras dan tawakkal pada Sang Pencipta.

Tidak ada komentar: